Status Anak Yang Lahir Dari Kawin Lari Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat
Abstrak
Perkawinan merupakan awal hidup bersama dalam suatu ikatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud membentuk keluarga yang bahagia, seperti yang diamanahkan oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi : “Tujuan perkawinan adalah juga untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena perkawinan/pernikahan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berarti dalam rumah tangga itu seharusnya tercipta adanya hubungan yang harmonis antara suami isteri dan anggota keluarganya berdasarkan adanya prinsip saling menghormati (menghargai) dengan baik, tenang, tenteram dan saling mencintai dengan tumbuhnya rasa kasih sayang, menciptakan sebuah rumah tangga yang damai berdasarkan kasih sayang.
Kawin lari yang tidak diikuti wali, maka perkawinannya batal atau dapat dibatalkan dan anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut adalah yang tidak sah menurut Islam dan hanya dapat mewaris dari ibu dan keluarga ibunya,namun bila anak kawin lari tersebut telah memenuhi syarat sah perkawinan Pasal seperti yang disebutkan dalam Pasal 42 Bab IX UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan maka anak tersebut adalah anak sah .Sedangkan apabila ditinjau dari hukum adat seorang anak yang dilahirkan dari sebuah kawin lari mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti anak yang lahir dari perkawinan biasa, kedudukan anak yang dilahirkan dalam kawin lari merupakan anak yang sah sepanjang perkawinan yang dilakukan itu sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Apabila prosedur yang dilaksanakan tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan maka anak itu menjadi anak yang tidak sah.