STATUS HARTA YANG DIBUAT DALAM PERJANJIAN PERKAWINAN BERDASARKAN PUTUSAN MK NO. 69/PU-XIII/2015
Abstrak
ABSTRAK
Perjanjian perkawinan (huwdjiks atau huwelijkse wourwaarden) adalah perjanjian yang dibuat oleh dua orang antara calon suami dan calon istri sebelum dilangsungkannya perkawinan.[1] Perjanjian tersebut menjadi jaminan kepastian agar kelak bila terjadi perceraian tidak ada yang dirugikan dan berisikan poin- poin yang disetujui kedua belah pihak. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Adapun maksud pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang mengutamakan pendekatan kepustakaan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara menyeluruh dan sistematis yang kemudian dilakukan analisis pemecahan masalahnya. Setiap putusan hukum yang diambil tentunya akan ada implikasinya, begitu juga dengan Putusan MK No. 69/PU-XII/2015. Implikasi perjanjian kawin yang dibuat setelah adanya perkawinan berkaitan erat dengan status harta dan pihak ketiga.. Status harta yang terjadi setelah perkawinan dilangsungkan menjadi terpisah
[1] R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga, (Personen En Familie Recht), Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair, Surabaya: 2008, hlm.74.